Assalamualaikum Wr. Wb
Selamat sore semuanya, semoga dalam
keadaan baik baik aja yaa dan dalam lindungan Allah SWT amiin. Bagaimana
keadaan hari ini? Lancar semua kah? Semoga lancar yaa. Okedeh tanpa berlama
lama lagi saya akan melanjutkan tugas softskill saya. Kali ini saya akan
membahas tentang KEMISKINAN DAN KESENJANGAN (No. 6/7).
KEMISKINAN
Kemiskinan adalah permasalahan yang
selalu menjadi tugas utama pemerintah untuk di selesaikan. Namun dari tahun ketahun,
tingkat kemiskinan mengalami kenaikan maupun penurunan. Masalah yang menjadi
tolak ukur keberhasilan pemerintah untuk membenahi negaranya. Kemiskinan, yang
juga menjadi tolak ukur seberapa berhasilkah/ seberapa majukah suatu Negara.
Kemiskinan adalah Polemic yang tidak berujung. Disini saya akan membahas semua
tentang kemiskinan. Dan saya akan mengawali dengan apa itu kemiskinan?
Kemiskinan, semua orang tentu sudah
mengerti apa itu kemiskinan. Banyak definisi yang dilontarkan masyarakat
tentang kemiskinan. Mulai dari pernyataan hidup serba kekurangan, tidak
memiliki barang apapun, untuk makan saja susah, hingga beratnya kehidupan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kemiskinan adalah keadaan miskin, situasi
penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan, pakaian, dan
perumahan yang sangat diperlukan ntuk mempertahankan tingkat kehidupan yang
minimum.
Menurut Sar A. Levitan dalam Ala
(1981:3) menyatakan kemiskinan adalah kekurangan barang – barang dan pelayanan
– pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup layak. Pemikiran
mengenai kemiskinan berubah sejalan dengan berlalunya waktu, tetapi pada
dasarnya berkaitan dengan ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar
(Mikelsen). Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik dan Departemen Sosial,
kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar
minimum untuk hidup layak.
Kemiskinan memiliki konsep yang
beragam. World Bank mendefinisikan kemiskinan dengan menggunakan ukuran
kemampuan/daya beli, yaitu US $1 atau US $2 per kapita per hari. Sedangkan BPS
mendefinisikan kemiskinan didasarkan pada garis kemiskinan. Nilai garis
kemiskinan yang digunakan untuk menentukan kemiskinan mengacu pada kebutuhan
minimum yang di butuhkan oleh seseorang, yaitu 2100 kalori perkapita per hari,
ditambah dengan kebutuhan minimum non-makan yang merupakan kebutuhan dasae
seseorang yang meliputi: papan, sandang, sekolah, transportasi, serta kebutuhan
rumah tangga dan individu yang mendasarinya.
GARIS KEMISKINAN
Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat
minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup
yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum
masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih
tinggi di negara maju daripada di negara berkembang.
Sudah disinggung sedikit di atas
tentang garis kemiskinan yang dinyatakan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) yang
menentukan kemiskinan mengacu pada kebutuhan minimum yang di butuhkan oleh
seseorang, yaitu 2100 kalori perkapita per hari, ditambah dengan kebutuhan
minimum non-makan yang merupakan kebutuhan dasar seseorang yang meliputi:
papan, sandang, sekolah, transportasi, serta kebutuhan rumah tangga dan individu
yang mendasarinya.
Menyangkut garis kemiskinan, secara
teoritis garis kemiskinan dapat dihitung denganmenggunkan tiga pendekatan yaitu
pendekatan produksi, pendapatan dan pengeluaran(Bappenas, 2000 dalam Darwis,
2001).Merujuk pada garis tersebut maka peneliti hanya membagi tingkat
kemiskinan kedalam dua pendekatan garis kemiskinan dengan pendekatan aspek
pendapatan dan garis kemiskinan dengan pendekatan aspek pengeluaran.
Garsi Kemiskinan (GK) pada aspek pendapatan
diukur dengan syarat/ketentuan yang dipakai oleh Bappenas yaitu US$ 1 per
kapita per satu hari. Hal ini sesuai dengan penjelasan Staf Ahli Meneg
PPN/Kepala Bappenas bidang Sumberdaya Manusia dan Kemiskinan (Bambang
Widiyanto) yang menyatakan bahwa pemerintah menggunakan defenisi penduduk
miskin menurut Millennium Development Goals (MDGs), yakni masyarakat
berpenghasilan di bawah US$ 1 per kapita per hari (Gunawan dan Siregar, 2007).
Pendekatan dengan aspek pengeluaran
diukur dengan metode yang digunakan oleh lembaga BPS dan BAPPENAS. Metode yang
digunakan BPS dan BAPPENAS untuk mengukur kemiskinan adalah menghitung GK dan
keluarga pra sejahtera, keluarga sejahtera 1 untuk mengukur kemiskinan adalah
menghitung GK menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic
needs approach) ,yang terdiri dari dua komponen yaitu garis kemiskinan
makanan (GKM) dan garis kemiskinan non makanan (GKNM).
PENYEBAB DAN DAMPAK KEMISKINAN
Penyebab Kemiskinan
Secara
umum, penyebab kemiskinan dapat dibagi kedalam empat mazhab (Spicker,
2002),yaitu:
1.
Individual
explanation,
mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan cenderung diakibatkan oleh
karakteristik orang miskin itu sendiri. Karakteristik yang dimaksud seperti
malas dan kurang sungguh-sungguh dalam segala hal, termasuk dalam bekerja.
Mereka juga sering salah dalam memilih, termasuk memilih pekerjaan, memilih jalan
hidup, memilih tempat tinggal, memilih sekolah dan lainnya.
2.
Familial
explanation,
mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor keturunan.
Tingkat pendidikan orang tua yang rendah telah membawa dia kedalam kemiskinan. Akibatnya ia juga tidak
mampu memberikan pendidikan yang layak
kepada anaknya, sehingga anaknya juga
akan jatuh pada kemiskinan. Demikian secara terus menerus dan turun temurun.
3.
Subcultural
explanation,
menurut mazhab ini bahwa kemiskinan dapat disebabkan oleh kultur, kebiasaan,
adat-istiadat, atau akibat karakteristik perilaku lingkungan.
Misalnya, kebiasaan yang bekerja adalah
kaum perempuan, kebiasaan yang
enggan untuk bekerja keras dan menerima
apa adanya, keyakinan bahwa mengabdi kepada para raja atau orang terhormat
meski tidak diberi bayaran dan berakibat pada kemiskinan. Terkadang orang
seperti ini justru tidak merasa miskin karena sudah terbiasa dan memang kulturnya yang membuat demikian.
4.
Structural
explanations,
mazhab ini menganggap bahwa kemiskinan timbul akibat dari ketidakseimbangan,
perbedaan status yang dibuat oleh adat istiadat, kebijakan, dan aturanlain
menimbulkan perbedaan hak untuk bekerja, sekolah dan lainnya hingga menimbulkan
kemiskinan di antara mereka yang statusnya rendah dan haknya terbatas.
Selain
itu, Penyebab Kemiskinan juga banyak dihubungkan dengan :
•
penyebab individual, atau
patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau
kemampuan dari si miskin;
•
penyebab keluarga, yang
menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
•
penyebab sub-budaya
("subcultural"), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan
sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
•
penyebab agensi, yang melihat
kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah,
dan ekonomi;
• penyebab
struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari
struktur sosial.
Menurut Nugroho
dan Dahuri (2004) Penyebab kemiskinan dapat terjadi karena kondisi alamiah
dan ekonomi, kondisi struktural dan sosial, serta kondisi kultural (budaya).
• Kemiskinan alamiah dan
ekonomi timbul akibat keterbatasan sumber daya alam, manusia, dan sumberdaya lain
sehingga peluang produksi relatif kecil dan tidak dapat berperan dalam
pembangunan.
• Kemiskinan struktural dan
sosial disebabkan hasil pembangunan yang belum merata, tatanan kelembagaan dan
kebijakan dalam pembangunan.
• Sedangkan kemiskinan
kultural (budaya) disebabkan sikap atau kebiasaan hidup yang merasa
kecukupan sehingga menjebak seseorang dalam kemiskinan
Dampak
Kemiskinan
Dampak
kemiskinan antara lain :
·
Kriminalitas
·
Tingkat pendidikan rendah
·
Tingkat kesehatan rendah dan meningkatnya
angka kematian
·
Pengangguran
·
Konflik sosial bernuasa SARA
PERTUMBUHAN,
KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
Hubungan antara tingkat kesenjangan dengan pertumbuhan
ekonomi dapat dijelaskan dengan Kuznet Hypothesis. Hipotesis ini berawal dari
pertumbuhan ekonomi (berasal dari tingkat pendapatan yang rendah berasosiasi
dalam suatu masyarakat agraris pada tingkat awal) yang pada mulanya menaik pada
tingkat kesenjangan pendapatan rendah hingga pada suatu tingkat pertumbuhan
tertentu selanjutnya kembali menurun. Indikasi yang digambarkan oleh Kuznet
didasarkan pada riset dengan menggunakan data time series terhadap indikator
kesenjangan Negara Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat.
Pemikiran tentang mekanisme yang terjadi pada phenomena
“Kuznet” bermula dari transfer yang berasal dari sektor tenaga kerja dengan
produktivitas rendah (dan tingkat kesenjangan pendapatannya rendah), ke sektor
yang mempunyai produktivitas tinggi (dan tingkat kesenjangan menengah). Dengan
adanya kesenjangan antar sektor maka secara subtansial dapat menaikan
kesenjangan diantara tenaga kerja yang bekerja pada masing-masing sektor
(Ferreira, 1999, 4).
Berikut adalah hubungan
antara pertumbuhan, kesenjangan dan kemiskinan :
1. Hubungan antara Pertumbuhan dan
Kesenjangan: Hipotesis Kuznets
Data decade 1970an dan 1980an mengenai pertumbuhan
ekonomi dan distribusi di banyak Negara berkembang, terutama Negara-negara
dengan proses pembangunan ekonomi yang tinggi, seperti Indonesia, menunjukkan
seakan-akan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat
kesenjangan ekonomi: semakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar
pendapatan per kapita semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum
kaya. Studi dari Jantti (1997) dan Mule
(1998) memperlihatkan perkembangan ketimpangan pendapatan antara kaum miskin
dan kaum kaya di Swedia, Inggris dan AS, serta beberapa Negara di Eropa Barat
menunjukkan kecenderungan yang meningkat selama decade 1970an dan 1980an. Jantti membuat kesimpulan semakin besar
ketimpangan distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi,
perubahan pasar buruh dan perubahan kebijakan public.
Dalam perubahan pasar buruh, membesarnya kesenjangan
pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besarnya pendapatan dari istri
dalam jumlah pendapatan keluarga merupakan dua factor penyebab penting.
Literature mengenai perubahan kesenjangan dalam dsitribusi pendapatan awalnya
didominasi oleh apa yang disebuthipotesis Kuznets. Dengan memakai data antar
Negara (cross section) dan data dari sejumlah survey/observasi di tiap Negara
(time series), Simon Kuznets menemukan relasi antara kesenjangan pendapatan dan
tingkat perdapatan per kapita berbentuk U terbalik. Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi
dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan (rural)
ke ekonomi perkotaan (urban) atau ekonomi industry.
2. Hubungan antara Pertumbuhan dan Kemiskinan
Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan dan
kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan dengan ketimpangan, seperti
yang telah dibahas di atas. Mengikuti
hipotesis Kuznets, pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan
cenderung meningkat, dan saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang
miskin berangsur berkurang. Namun banyak
factor lain selain pertumbuhan yang juga mempunyai pengaruh besar terhadap
tingkat kemiskinan di suatu wilayah/Negara seperti struktur pendidikan tenaga
kerja dan struktur ekonomi.
INDIKATOR
KESENJANGAN DAN KEMISKINAN
Adapun indikator – indikator
kemiskinan sebagaimana dikutip dari Badan Pusat Statistik, antara lain sebagai
berikut :
·
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar (
sandang,pangan, papan ).
·
Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup
dasar lainnya ( kesehaatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi
).
·
Tidak adanya jaminan masa depan ( karena
tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga ).
·
Kerentangan terhadap goncangan yang bersifat
individual maupun massa.
·
Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan
terbatasnya sumber daya alam.
·
Kuranganya apresiasi dalam kegiatan sosial
masyarakat.
·
Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan
mata pencaharian yang berkesinambungan.
·
Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat
fisik maupun mental.
·
Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial
( anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga,janda
miskin,kelompok marginal dan terpencil ).
Indikator - indikator Kesenjangan
dari segi Pendapatan
Adapun
indikator – indikatornya antara lain sebagai beikut :
·
UMR yang
ditentukan pemerintah antara pegawai swasta dan pegawai Pemerintah yang
berbeda.
·
PNS (
golongan atas ) lebih sejahtera dibandingkan petani.
·
Pertanian
kalah jauh dalam menyuplai Produk Domestik Bruto ( PDB ) yang hanya sekitar 9.3
% di tahun 2011, padahal Indonesia merupakan Negara agraris.
Tetapi ada beberapa
indicator kesenjangan dan kemiskinan dalam perhitungan :
· INDIKATOR KESENJANGAN
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan
dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni
axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur
adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized
entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini.
Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai
koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan
sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 :
ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari
kurva lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin
jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat
ketidakmerataan distribusi pendapatan.
· INDIKATOR KEMISKINAN
Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara
ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan
standar kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin
dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi
kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan
minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran
kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang,
serta aneka barang dan jasa.
Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan,
yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head
Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang sering
digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan Head Count Index
merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin
adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis
kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non
makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis
kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan (non food
line).
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang
diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak studi
empiris. Pertama, the incidence of proverty : presentase dari populasi yang
hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis
kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of property yang
menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan indeks
jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap index. Indeks
ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis
kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut.
KEMISKINAN DI INDONESIA
Pengentasan kemiskinan tetap merupakan
salah satu masalah yang paling mendesak di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia
yang hidup dengan penghasilan kurang dari AS$2-per hari hampir sama dengan
jumlah total penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari AS$2- per hari
dari semua negara di kawasan Asia Timur kecuali Cina. Komitmen pemerintah untuk
mengentaskan kemiskinan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) 2005-2009 yang disusun berdasarkan Strategi Nasional Penanggulangan
Kemiskinan (SNPK). Di samping turut menandatangani Tujuan Pembangunan Milenium
(atau Millennium Development Goals) untuk tahun 2015, dalam RPJM-nya pemerintah
telah menyusun tujuan-tujuan pokok dalam pengentasan kemiskinan untuk tahun 2009,
termasuk target ambisius untuk mengurangi angka kemiskinan dari 18,2 persen
pada tahun 2002 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009. Walaupun angka kemiskinan
nasional mendekati kondisi sebelum krisis, hal ini tetap berarti bahwa sekitar
40 juta orang saat ini hidup di bawah garis kemiskinan. Lagi pula, walaupun
Indonesia sekarang merupakan negara berpenghasilan menengah, proporsi penduduk
yang hidup dengan penghasilan kurang dari AS$2-per hari sama dengan
negara-negara berpenghasilan rendah di kawasan ini, misalnya Vietnam.
Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia. Pertama,
banyak rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan nasional, yang
setara dengan PPP AS$1,55-per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun
tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan. Kedua, ukuran
kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas
kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong (miskin
dari segi pendapatan) dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses
terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan
manusia. Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia,
perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.
1. Banyak penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Angka
kemiskinan nasional sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di atas
garis kemiskinan nasional. Hampir 42 persen dari seluruh rakyat
2. Kemiskinan dari segi non-pendapatan adalah masalah yang lebih
serius dibandingkan dari kemiskinan dari segi pendapatan. Bidang-bidang khusus
yang patut diwaspadai adalah:
•
Angka gizi buruk (malnutrisi)
yang tinggi dan bahkan meningkat pada tahun-tahun terakhir: seperempat anak di
bawah usia lima tahun menderita gizi buruk di Indonesia, dengan angka gizi
buruk tetap sama dalam tahun- tahun terakhir kendati telah terjadi penurunan
angka kemiskinan.
•
Kesehatan ibu yang jauh lebih
buruk dibandingkan dengan negara-negara di kawasan yang sama, angka kematian
ibu di Indonesia adalah 307 (untuk 100.000 kelahiran hidup), tiga kali lebih
besar dari Vietnam dan enam kali lebih besar dari Cina dan Malaysia hanya
sekitar 72 persen persalinan dibantu oleh bidan terlatih.
•
Lemahnya hasil pendidikan. Angka melanjutkan
dari sekolah dasar ke sekolah menengah masih rendah, khususnya di antara
penduduk miskin: di antara kelompok umur 16-18 tahun pada kuintil termiskin,
hanya 55 persen yang lulus SMP, sedangkan angka untuk kuintil terkaya adalah 89
persen untuk kohor yang sama.
•
Rendahnya
akses terhadap air bersih, khususnya di antara penduduk miskin. Untuk kuintil
paling rendah, hanya 48 persen yang memiliki akses air bersih di daerah
pedesaan, sedangkan untuk perkotaan, 78 persen.
•
Akses
terhadap sanitasi merupakan masalah sangat penting. Delapan puluh persen
penduduk miskin di pedesaan dan 59 persen penduduk miskin di perkotaan tidak
memiliki akses terhadap tangki septik, sementara itu hanya kurang dari satu
persen dari seluruh penduduk Indonesia yang terlayani oleh saluran pembuangan
kotoran berpipa.
3. Perbedaan antar daerah yang besar
di bidang kemiskinan. Keragaman antar daerah merupakan ciri khas Indonesia, di
antaranya tercerminkan dengan adanya perbedaan antara daerah pedesaan dan
perkotaan. Di pedesaan, terdapat sekitar 57 persen dari orang miskin di
Indonesia yang juga seringkali tidak memiliki akses terhadap pelayanan
infrastruktur dasar hanya sekitar 50 persen masyarakat miskin di pedesaan
mempunyai akses terhadap sumber air bersih, dibandingkan dengan 80 persen bagi
masyarakat miskin di perkotaan. Tetapi yang penting, dengan melintasi kepulauan
Indonesia yang sangat luas, akan ditemui perbedaan dalam kantong-kantong
kemiskinan di dalam daerah itu sendiri.
FAKTOR
PENYEBAB KEMISKINAN
Menurut Todaro (1997) menyatakan
bahwa variasi kemiskinan dinegara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor,
yaitu:
• perbedaan
geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan,
• perbedaan
sejarah, sebagian dijajah oleh Negara yang berlainan,
• perbedaan
kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya manusianya
• perbedaan
peranan sektor swasta dan negara,
• perbedaan
struktur industri,
• perbedaan
derajat ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik negara lain
• perbedaan
pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam negeri.
Menurut Studi empiris Pusat Penelitian
Sosial Ekonomi Departemen Pertanian (1995) yang dilakukan pada tujuh
belas propinsi di Indonesia, menyimpulkan bahwa ada enam faktor utama penyebab
kemiskinan, yaitu:
1.
Rendahnya kualitas sumber daya manusia, hal
ini ditunjukkan dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingginya angka
ketergantungan, rendahnya tingkat kesehatan, kurangnya pekerjaan alternatif,
rendahnya etos kerja, rendahnya keterampilan dan besarnya jumlah anggota
keluarga.
2.
Rendahnya sumber daya fisik, hal ini
ditunjukkan oleh rendahnya kualitas dan aset produksi serta modal kerja.
3.
Rendahnya penerapan teknologi, ditandai oleh
rendahnya penggunaan input mekanisasi pertanian.
4.
Rendahnya potensi wilayah yang ditandai
dengan oleh rendahnya potensi fisik dan infrastruktur wilayah.
5.
Kurang tepatnya kebijaksanaan yang dikukan
oleh pemerintah dalam investasi dalam rangka pengentasan kemiskinan.
6.
Kurangnya peranan kelembagaan yang ada.
Menurut Ginanjar (1996) ada 4
faktor penyebab kemiskinan, faktor-faktor tersebut antara lain:
A.
Rendahnya taraf pendidikan
B.
Rendahnya taraf kesehatan.
C.
Terbatasnya lapangan kerja.
D.
Kondisi keterisolasian.
KEBIJAKAN
ANTI KEMISKINAN
Banyak kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah untuk dapat mengatasi berbagai macam masalah
kemiskinan, antara lain adalah sebagai berikut :
1. Kebijaksanaan tidak langsung
Kebijaksanaan tidak langsung diarahkan pada penciptaan
kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya penanggulangan kemiskinan.
Kondisi yang dimaksudkan antara lain adalah suasana sosial politik yang
tentram, ekonomi yang stabil dan budaya yang berkembang.
2. Kebijaksanaan langsung
Kebijaksanaan langsung diarahkan kepada peningkatan peran
serta dan produktifitas sumber daya manusia ,khususnya golongan masyarakat
berpendapatan rendah. Melalui penyediaan kebutuhan dasar seperti sandang,pangan
dan papan, kesehatan dan pendidikan, serta pengembangan kegiatan – kegiaatan
sosial ekonomi yang berkelanjutan untuk mendorong kemandirian golongan
masyarakat yang berpendapatan rendah.
Strategi oleh pemerintah
dalam mengentaskan kemiskinan adalah :
a). Jangka pendek :
•
membangun sektor pertanian,usaha kecil dan
ekonomi pedesaan.
•
Manajemen lingkungan dan SDA
•
Pembangunan transportasi, komunikasi, energy
dan keuangan, peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam
pembangunan, dan proteksi social (termasuk pembangunan sistem jaminan social)
b). Jangka menengah dan panjang mencakup :
·
Pembangunan dan penguatan sektor swasta
·
Kerjasama regional
·
Manajemen APBN dan administrasi
·
Desentralisasi
·
Pendidikan dan kesehatan
·
Penyediaan air bersih dan pembangunan
perkotaan
·
Pembagian tanah pertanian yang merata.
Kebijakan pemerintah untuk
pengentasan kemiskinan sudah terealisasi
dengan mengucurkan dana APBN 2014 senilai Rp. 47,2 Triliun. Beberapa program
yang dibuat pemerintah untuk pegentasan kemiskinan seperti :
·
OPK (operasi pasar khusus)
·
Raskin (Beras Miskin)
·
JPS-BK (Jaringan Pengamanan Sosial Bidang
Kesehatan)
·
PKSPS-BBM (Program Kompensasi Pengurangan
Subsidi BBM)
·
ASKESKIN
·
JAMKESMAS
·
JPS-DBO (Jaringan Pengaman Sosial Bidang
Pendidikan dan Dana Bantuan Operasional)
·
BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat)
·
BSM (Bantuan Siswa Miskin)
·
BOS (Bantuan Opersional Sekolah)
·
BLT (Bantuan Langsung Tunai)
·
PKH (Program Keluarga Harapan)
·
KUR (kredit Usaha Rakyat)
·
PNPM (Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat)
Sekian tulisan saya tentang
kemiskinan dan kesenjangan, semoga tulisan saya kali ini dapat memberikan
pembaca ilmu baru. Untuk semua sumber saya mohon izin mengutip isi dari blog,
karena saya masih banyak belajar dari blog-blog kalian untuk jadi sumber
referensi saya. Terima kasih kepada semua pembaca maupun sumber atas refrensi
dan kunjungan ke blog saya.
Wassalamualikum Wr.Wb
Sumber :
Raihana Kaplale Sp.
MSc, 2012, FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI KOTA AMBON(STUDY KASUS DI DUSUN KRANJANG
DESA WAIYAME KEC. TELUK AMBON DAN DESA WAIHERU KEC. TELUK AMBON BAGUALA KOTA
AMBON)
Kasriyati S.Pd,2013,
Kemiskinan dan Penyebabnya di Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar