Kamis, 06 Agustus 2015

Kemiskinan dan Kesenjangan



Assalamualaikum Wr. Wb

            Selamat sore semuanya, semoga dalam keadaan baik baik aja yaa dan dalam lindungan Allah SWT amiin. Bagaimana keadaan hari ini? Lancar semua kah? Semoga lancar yaa. Okedeh tanpa berlama lama lagi saya akan melanjutkan tugas softskill saya. Kali ini saya akan membahas tentang KEMISKINAN DAN KESENJANGAN (No. 6/7).

KEMISKINAN

            Kemiskinan adalah permasalahan yang selalu menjadi tugas utama pemerintah untuk di selesaikan. Namun dari tahun ketahun, tingkat kemiskinan mengalami kenaikan maupun penurunan. Masalah yang menjadi tolak ukur keberhasilan pemerintah untuk membenahi negaranya. Kemiskinan, yang juga menjadi tolak ukur seberapa berhasilkah/ seberapa majukah suatu Negara. Kemiskinan adalah Polemic yang tidak berujung. Disini saya akan membahas semua tentang kemiskinan. Dan saya akan mengawali dengan apa itu kemiskinan?

            Kemiskinan, semua orang tentu sudah mengerti apa itu kemiskinan. Banyak definisi yang dilontarkan masyarakat tentang kemiskinan. Mulai dari pernyataan hidup serba kekurangan, tidak memiliki barang apapun, untuk makan saja susah, hingga beratnya kehidupan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kemiskinan adalah keadaan miskin, situasi penduduk atau sebagian penduduk yang hanya dapat memenuhi makanan, pakaian, dan perumahan yang sangat diperlukan ntuk mempertahankan tingkat kehidupan yang minimum.

            Menurut Sar A. Levitan dalam Ala (1981:3) menyatakan kemiskinan adalah kekurangan barang – barang dan pelayanan – pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup layak. Pemikiran mengenai kemiskinan berubah sejalan dengan berlalunya waktu, tetapi pada dasarnya berkaitan dengan ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar (Mikelsen). Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik dan Departemen Sosial, kemiskinan adalah ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimum untuk hidup layak.

            Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. World Bank mendefinisikan kemiskinan dengan menggunakan ukuran kemampuan/daya beli, yaitu US $1 atau US $2 per kapita per hari. Sedangkan BPS mendefinisikan kemiskinan didasarkan pada garis kemiskinan. Nilai garis kemiskinan yang digunakan untuk menentukan kemiskinan mengacu pada kebutuhan minimum yang di butuhkan oleh seseorang, yaitu 2100 kalori perkapita per hari, ditambah dengan kebutuhan minimum non-makan yang merupakan kebutuhan dasae seseorang yang meliputi: papan, sandang, sekolah, transportasi, serta kebutuhan rumah tangga dan individu yang mendasarinya.

GARIS KEMISKINAN

            Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada di negara berkembang.
            Sudah disinggung sedikit di atas tentang garis kemiskinan yang dinyatakan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) yang menentukan kemiskinan mengacu pada kebutuhan minimum yang di butuhkan oleh seseorang, yaitu 2100 kalori perkapita per hari, ditambah dengan kebutuhan minimum non-makan yang merupakan kebutuhan dasar seseorang yang meliputi: papan, sandang, sekolah, transportasi, serta kebutuhan rumah tangga dan individu yang mendasarinya.

            Menyangkut garis kemiskinan, secara teoritis garis kemiskinan dapat dihitung denganmenggunkan tiga pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendapatan dan pengeluaran(Bappenas, 2000 dalam Darwis, 2001).Merujuk pada garis tersebut maka peneliti hanya membagi tingkat kemiskinan kedalam dua pendekatan garis kemiskinan dengan pendekatan aspek pendapatan dan garis kemiskinan dengan pendekatan aspek pengeluaran.

            Garsi Kemiskinan (GK) pada aspek pendapatan diukur dengan syarat/ketentuan yang dipakai oleh Bappenas yaitu US$ 1 per kapita per satu hari. Hal ini sesuai dengan penjelasan Staf Ahli Meneg PPN/Kepala Bappenas bidang Sumberdaya Manusia dan Kemiskinan (Bambang Widiyanto) yang menyatakan bahwa pemerintah menggunakan defenisi penduduk miskin menurut Millennium Development Goals (MDGs), yakni masyarakat berpenghasilan di bawah US$ 1 per kapita per hari (Gunawan dan Siregar, 2007).

            Pendekatan dengan aspek pengeluaran diukur dengan metode yang digunakan oleh lembaga BPS dan BAPPENAS. Metode yang digunakan BPS dan BAPPENAS untuk mengukur kemiskinan adalah menghitung GK dan keluarga pra sejahtera, keluarga sejahtera 1 untuk mengukur kemiskinan adalah menghitung GK menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach) ,yang terdiri dari dua komponen yaitu garis kemiskinan makanan (GKM) dan garis kemiskinan non makanan (GKNM).

PENYEBAB DAN DAMPAK KEMISKINAN

Penyebab Kemiskinan
            Secara umum, penyebab kemiskinan dapat dibagi kedalam empat mazhab (Spicker, 2002),yaitu:

1.    Individual explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan cenderung diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri. Karakteristik yang dimaksud seperti malas dan kurang sungguh-sungguh dalam segala hal, termasuk dalam bekerja. Mereka juga sering salah dalam memilih, termasuk memilih pekerjaan, memilih jalan hidup, memilih tempat tinggal, memilih sekolah dan lainnya.
2.    Familial explanation, mazhab ini berpendapat bahwa kemiskinan lebih disebabkan oleh faktor keturunan. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah telah membawa dia kedalam  kemiskinan. Akibatnya ia juga tidak mampu  memberikan pendidikan yang layak kepada  anaknya, sehingga anaknya juga akan jatuh pada kemiskinan. Demikian secara terus menerus dan turun temurun.
3.    Subcultural explanation, menurut mazhab ini bahwa kemiskinan dapat disebabkan oleh kultur, kebiasaan, adat-istiadat, atau akibat karakteristik perilaku  lingkungan.  Misalnya, kebiasaan yang bekerja adalah  kaum  perempuan, kebiasaan yang enggan untuk bekerja keras dan  menerima apa adanya, keyakinan bahwa mengabdi kepada para raja atau orang terhormat meski tidak diberi bayaran dan berakibat pada kemiskinan. Terkadang orang seperti ini justru tidak merasa miskin karena sudah terbiasa dan  memang kulturnya yang membuat demikian.
4.    Structural explanations, mazhab ini menganggap bahwa kemiskinan timbul akibat dari ketidakseimbangan, perbedaan status yang dibuat oleh adat istiadat, kebijakan, dan aturanlain menimbulkan perbedaan hak untuk bekerja, sekolah dan lainnya hingga menimbulkan kemiskinan di antara mereka yang statusnya rendah dan  haknya terbatas.

Selain itu, Penyebab Kemiskinan juga banyak dihubungkan dengan                    :
      penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;
      penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;
      penyebab sub-budaya ("subcultural"), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;
      penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;
• penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.

Menurut Nugroho dan Dahuri (2004) Penyebab kemiskinan dapat terjadi karena kondisi alamiah dan ekonomi, kondisi struktural dan sosial, serta kondisi kultural (budaya).
      Kemiskinan alamiah dan ekonomi timbul akibat keterbatasan sumber daya alam, manusia, dan sumberdaya lain sehingga peluang produksi relatif kecil dan tidak dapat berperan dalam pembangunan.
      Kemiskinan struktural dan sosial disebabkan hasil pembangunan yang belum merata, tatanan kelembagaan dan kebijakan dalam pembangunan.
      Sedangkan kemiskinan kultural (budaya) disebabkan sikap atau kebiasaan hidup yang merasa kecukupan sehingga menjebak seseorang dalam kemiskinan 

Dampak Kemiskinan
Dampak kemiskinan antara lain :
·         Kriminalitas
·         Tingkat pendidikan rendah
·         Tingkat kesehatan rendah dan meningkatnya angka kematian
·         Pengangguran
·         Konflik sosial bernuasa SARA

PERTUMBUHAN, KESENJANGAN DAN KEMISKINAN

            Hubungan antara tingkat kesenjangan dengan pertumbuhan ekonomi dapat dijelaskan dengan Kuznet Hypothesis. Hipotesis ini berawal dari pertumbuhan ekonomi (berasal dari tingkat pendapatan yang rendah berasosiasi dalam suatu masyarakat agraris pada tingkat awal) yang pada mulanya menaik pada tingkat kesenjangan pendapatan rendah hingga pada suatu tingkat pertumbuhan tertentu selanjutnya kembali menurun. Indikasi yang digambarkan oleh Kuznet didasarkan pada riset dengan menggunakan data time series terhadap indikator kesenjangan Negara Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat.

            Pemikiran tentang mekanisme yang terjadi pada phenomena “Kuznet” bermula dari transfer yang berasal dari sektor tenaga kerja dengan produktivitas rendah (dan tingkat kesenjangan pendapatannya rendah), ke sektor yang mempunyai produktivitas tinggi (dan tingkat kesenjangan menengah). Dengan adanya kesenjangan antar sektor maka secara subtansial dapat menaikan kesenjangan diantara tenaga kerja yang bekerja pada masing-masing sektor (Ferreira, 1999, 4).

Berikut adalah hubungan antara pertumbuhan, kesenjangan dan kemiskinan    :

1.      Hubungan antara Pertumbuhan dan Kesenjangan: Hipotesis Kuznets
            Data decade 1970an dan 1980an mengenai pertumbuhan ekonomi dan distribusi di banyak Negara berkembang, terutama Negara-negara dengan proses pembangunan ekonomi yang tinggi, seperti Indonesia, menunjukkan seakan-akan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi: semakin tinggi pertumbuhan PDB atau semakin besar pendapatan per kapita semakin besar perbedaan antara kaum miskin dan kaum kaya.  Studi dari Jantti (1997) dan Mule (1998) memperlihatkan perkembangan ketimpangan pendapatan antara kaum miskin dan kaum kaya di Swedia, Inggris dan AS, serta beberapa Negara di Eropa Barat menunjukkan kecenderungan yang meningkat selama decade 1970an dan 1980an.  Jantti membuat kesimpulan semakin besar ketimpangan distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh dan perubahan kebijakan public.

            Dalam perubahan pasar buruh, membesarnya kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besarnya pendapatan dari istri dalam jumlah pendapatan keluarga merupakan dua factor penyebab penting. Literature mengenai perubahan kesenjangan dalam dsitribusi pendapatan awalnya didominasi oleh apa yang disebuthipotesis Kuznets. Dengan memakai data antar Negara (cross section) dan data dari sejumlah survey/observasi di tiap Negara (time series), Simon Kuznets menemukan relasi antara kesenjangan pendapatan dan tingkat perdapatan per kapita berbentuk U terbalik.  Hasil ini diinterpretasikan sebagai evolusi dari distribusi pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan (rural) ke ekonomi perkotaan (urban) atau ekonomi industry.

2.      Hubungan antara Pertumbuhan dan Kemiskinan
            Dasar teori dari korelasi antara pertumbuhan dan kemiskinan tidak berbeda dengan kasus pertumbuhan dengan ketimpangan, seperti yang telah dibahas di atas.  Mengikuti hipotesis Kuznets, pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat, dan saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur berkurang.  Namun banyak factor lain selain pertumbuhan yang juga mempunyai pengaruh besar terhadap tingkat kemiskinan di suatu wilayah/Negara seperti struktur pendidikan tenaga kerja dan struktur ekonomi.

INDIKATOR KESENJANGAN DAN KEMISKINAN

Adapun indikator – indikator kemiskinan sebagaimana dikutip dari Badan Pusat Statistik, antara lain sebagai berikut :
·         Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar ( sandang,pangan, papan ).
·         Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya ( kesehaatan, pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi ).
·         Tidak adanya jaminan masa depan ( karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga ).
·         Kerentangan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
·         Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya alam.
·         Kuranganya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
·         Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.
·         Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
·         Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial ( anak-anak terlantar, wanita korban kekerasan rumah tangga,janda miskin,kelompok marginal dan terpencil ).

 Indikator - indikator Kesenjangan dari segi Pendapatan

Adapun indikator – indikatornya antara lain sebagai beikut :
·         UMR yang ditentukan pemerintah antara pegawai swasta dan pegawai Pemerintah yang berbeda.
·         PNS ( golongan atas ) lebih sejahtera dibandingkan petani.
·         Pertanian kalah jauh dalam menyuplai Produk Domestik Bruto ( PDB ) yang hanya sekitar 9.3 % di tahun 2011, padahal Indonesia merupakan Negara agraris.

Tetapi ada beberapa indicator kesenjangan dan kemiskinan dalam perhitungan :

·         INDIKATOR KESENJANGAN
            Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini.

            Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan yang sempurna dalam pembagian pendapatan.

            Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan distribusi pendapatan.

·         INDIKATOR KEMISKINAN
            Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda. Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan jasa.

            Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan yang pertama merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS, kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari 2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non makanan (non food line).

            Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang diperkenalkan oleh Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak studi empiris. Pertama, the incidence of proverty : presentase dari populasi yang hidup di dalam keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan, indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of property yang menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan sebutan proverty gap index. Indeks ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis tersebut.

KEMISKINAN DI INDONESIA

Pengentasan kemiskinan tetap merupakan salah satu masalah yang paling mendesak di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia yang hidup dengan penghasilan kurang dari AS$2-per hari hampir sama dengan jumlah total penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari AS$2- per hari dari semua negara di kawasan Asia Timur kecuali Cina. Komitmen pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 yang disusun berdasarkan Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK). Di samping turut menandatangani Tujuan Pembangunan Milenium (atau Millennium Development Goals) untuk tahun 2015, dalam RPJM-nya pemerintah telah menyusun tujuan-tujuan pokok dalam pengentasan kemiskinan untuk tahun 2009, termasuk target ambisius untuk mengurangi angka kemiskinan dari 18,2 persen pada tahun 2002 menjadi 8,2 persen pada tahun 2009. Walaupun angka kemiskinan nasional mendekati kondisi sebelum krisis, hal ini tetap berarti bahwa sekitar 40 juta orang saat ini hidup di bawah garis kemiskinan. Lagi pula, walaupun Indonesia sekarang merupakan negara berpenghasilan menengah, proporsi penduduk yang hidup dengan penghasilan kurang dari AS$2-per hari sama dengan negara-negara berpenghasilan rendah di kawasan ini, misalnya Vietnam. 

Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia. Pertama, banyak rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan PPP AS$1,55-per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan. Kedua, ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong (miskin dari segi pendapatan) dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia. Ketiga, mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia. 

1. Banyak penduduk Indonesia rentan terhadap kemiskinan. Angka kemiskinan nasional sejumlah besar penduduk yang hidup sedikit saja di atas garis kemiskinan nasional. Hampir 42 persen dari seluruh rakyat 

2. Kemiskinan dari segi non-pendapatan adalah masalah yang lebih serius dibandingkan dari kemiskinan dari segi pendapatan. Bidang-bidang khusus yang patut diwaspadai adalah:
         Angka gizi buruk (malnutrisi) yang tinggi dan bahkan meningkat pada tahun-tahun terakhir: seperempat anak di bawah usia lima tahun menderita gizi buruk di Indonesia, dengan angka gizi buruk tetap sama dalam tahun- tahun terakhir kendati telah terjadi penurunan angka kemiskinan.
         Kesehatan ibu yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan negara-negara di kawasan yang sama, angka kematian ibu di Indonesia adalah 307 (untuk 100.000 kelahiran hidup), tiga kali lebih besar dari Vietnam dan enam kali lebih besar dari Cina dan Malaysia hanya sekitar 72 persen persalinan dibantu oleh bidan terlatih.
         Lemahnya hasil pendidikan. Angka melanjutkan dari sekolah dasar ke sekolah menengah masih rendah, khususnya di antara penduduk miskin: di antara kelompok umur 16-18 tahun pada kuintil termiskin, hanya 55 persen yang lulus SMP, sedangkan angka untuk kuintil terkaya adalah 89 persen untuk kohor yang sama.
         Rendahnya akses terhadap air bersih, khususnya di antara penduduk miskin. Untuk kuintil paling rendah, hanya 48 persen yang memiliki akses air bersih di daerah pedesaan, sedangkan untuk perkotaan, 78 persen.
         Akses terhadap sanitasi merupakan masalah sangat penting. Delapan puluh persen penduduk miskin di pedesaan dan 59 persen penduduk miskin di perkotaan tidak memiliki akses terhadap tangki septik, sementara itu hanya kurang dari satu persen dari seluruh penduduk Indonesia yang terlayani oleh saluran pembuangan kotoran berpipa. 

3. Perbedaan antar daerah yang besar di bidang kemiskinan. Keragaman antar daerah merupakan ciri khas Indonesia, di antaranya tercerminkan dengan adanya perbedaan antara daerah pedesaan dan perkotaan. Di pedesaan, terdapat sekitar 57 persen dari orang miskin di Indonesia yang juga seringkali tidak memiliki akses terhadap pelayanan infrastruktur dasar hanya sekitar 50 persen masyarakat miskin di pedesaan mempunyai akses terhadap sumber air bersih, dibandingkan dengan 80 persen bagi masyarakat miskin di perkotaan. Tetapi yang penting, dengan melintasi kepulauan Indonesia yang sangat luas, akan ditemui perbedaan dalam kantong-kantong kemiskinan di dalam daerah itu sendiri.

FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN

            Menurut Todaro (1997) menyatakan bahwa variasi kemiskinan dinegara berkembang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
      perbedaan geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan,
      perbedaan sejarah, sebagian dijajah oleh Negara yang berlainan,
      perbedaan kekayaan sumber daya alam dan kualitas sumber daya   manusianya
      perbedaan peranan sektor swasta dan negara,
      perbedaan struktur industri,
      perbedaan derajat ketergantungan pada kekuatan ekonomi dan politik negara lain
      perbedaan pembagian kekuasaan, struktur politik dan kelembagaan dalam negeri.

Menurut Studi empiris Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Departemen Pertanian (1995) yang dilakukan pada tujuh belas propinsi di Indonesia, menyimpulkan bahwa ada enam faktor utama penyebab kemiskinan, yaitu:
1.    Rendahnya kualitas sumber daya manusia, hal ini ditunjukkan dengan rendahnya tingkat pendidikan, tingginya angka ketergantungan, rendahnya tingkat kesehatan, kurangnya pekerjaan alternatif, rendahnya etos kerja, rendahnya keterampilan dan besarnya jumlah anggota keluarga.
2.    Rendahnya sumber daya fisik, hal ini ditunjukkan oleh rendahnya kualitas dan aset produksi serta modal kerja.
3.    Rendahnya penerapan teknologi, ditandai oleh rendahnya penggunaan input mekanisasi pertanian.
4.    Rendahnya potensi wilayah yang ditandai dengan oleh rendahnya potensi fisik dan infrastruktur wilayah.
5.    Kurang tepatnya kebijaksanaan yang dikukan oleh pemerintah dalam investasi dalam rangka pengentasan kemiskinan.
6.    Kurangnya peranan kelembagaan yang ada.

Menurut Ginanjar (1996) ada 4 faktor penyebab kemiskinan, faktor-faktor tersebut antara lain:
A.   Rendahnya taraf pendidikan
B.   Rendahnya taraf kesehatan.
C.   Terbatasnya lapangan kerja.
D.   Kondisi keterisolasian.

KEBIJAKAN ANTI KEMISKINAN

Banyak kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk dapat mengatasi berbagai macam masalah kemiskinan, antara lain adalah sebagai berikut :

1.    Kebijaksanaan tidak langsung
            Kebijaksanaan tidak langsung diarahkan pada penciptaan kondisi yang menjamin kelangsungan setiap upaya penanggulangan kemiskinan. Kondisi yang dimaksudkan antara lain adalah suasana sosial politik yang tentram, ekonomi yang stabil dan budaya yang berkembang.

2.    Kebijaksanaan langsung
            Kebijaksanaan langsung diarahkan kepada peningkatan peran serta dan produktifitas sumber daya manusia ,khususnya golongan masyarakat berpendapatan rendah. Melalui penyediaan kebutuhan dasar seperti sandang,pangan dan papan, kesehatan dan pendidikan, serta pengembangan kegiatan – kegiaatan sosial ekonomi yang berkelanjutan untuk mendorong kemandirian golongan masyarakat yang berpendapatan rendah.

Strategi oleh pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan adalah :
a). Jangka pendek   :
         membangun sektor pertanian,usaha kecil dan ekonomi   pedesaan.
         Manajemen lingkungan dan SDA
         Pembangunan transportasi, komunikasi, energy dan keuangan, peningkatan keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan, dan proteksi social (termasuk pembangunan sistem jaminan social)

b).  Jangka menengah dan panjang mencakup :
·         Pembangunan dan penguatan sektor swasta
·         Kerjasama regional
·         Manajemen APBN dan administrasi
·         Desentralisasi
·         Pendidikan dan kesehatan
·         Penyediaan air bersih dan pembangunan perkotaan
·         Pembagian tanah pertanian yang merata.

Kebijakan pemerintah untuk pengentasan kemiskinan  sudah terealisasi dengan mengucurkan dana APBN 2014 senilai Rp. 47,2 Triliun. Beberapa program yang dibuat pemerintah untuk pegentasan kemiskinan seperti  :

·         OPK (operasi pasar khusus)
·         Raskin (Beras Miskin)
·         JPS-BK (Jaringan Pengamanan Sosial Bidang Kesehatan)
·         PKSPS-BBM (Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM)
·         ASKESKIN
·         JAMKESMAS
·         JPS-DBO (Jaringan Pengaman Sosial Bidang Pendidikan dan Dana Bantuan Operasional)
·         BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat)
·         BSM (Bantuan Siswa Miskin)
·         BOS (Bantuan Opersional Sekolah)
·         BLT (Bantuan Langsung Tunai)
·         PKH (Program Keluarga Harapan)
·         KUR (kredit Usaha Rakyat)
·         PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat)
Sekian tulisan saya tentang kemiskinan dan kesenjangan, semoga tulisan saya kali ini dapat memberikan pembaca ilmu baru. Untuk semua sumber saya mohon izin mengutip isi dari blog, karena saya masih banyak belajar dari blog-blog kalian untuk jadi sumber referensi saya. Terima kasih kepada semua pembaca maupun sumber atas refrensi dan kunjungan ke blog saya.

Wassalamualikum Wr.Wb

Sumber                      :
Raihana Kaplale Sp. MSc, 2012, FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN DI KOTA AMBON(STUDY KASUS DI DUSUN KRANJANG DESA WAIYAME KEC. TELUK AMBON DAN DESA WAIHERU KEC. TELUK AMBON BAGUALA KOTA AMBON)
Kasriyati S.Pd,2013, Kemiskinan dan Penyebabnya di Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar